“Bersama di asrama memegang teguh kebenaran. Bersama
di asrama menjunjung kebersamaan. Satukan hati raih cita hakiki takkan hilang
waktu berganti.”
Sepenggal lagu yang mengingatkan kenangan di asrama
tercinta. Asrama Putri TPB IPB, gedung A1 lorong 9 nomor 120. My roomate Atikah
dari Karawang, Nesha Priga Hasanah dari Riau, dan Nadia Khairunnisa dari
Jakarta. Kebersamaan dan pengalaman baru banyak terjadi disana.
Berbagai daerah bercampur menjadi satu layaknya
gado-gado. Berbagi kebudayaan dan kebiasaan baru kudapatkan di asrama. Kami
adalah teman-teman seperjuangan yang dipaksa untuk menjadi insan asrama selama
satu tahun penuh di IPB untuk program studi sarjana semua jurusan.
Saling diam mendiamkan, kaku, dan merasa asing
ketika pertama kali beradaptasi. Namun setelah mengenal semuanya dengan waktu
yang cukup singkat, muncul-lah sifat asli kami yang sangat gila. Bertukar
makanan khas daerah masing-masing adalah agenda wajib kami yang tanpa
direncanakan ketika kembali dari kampung halaman. Tugas-tugas, apel pagi, soga
lorong, soga gedung, lomba-lomba, ngaji bareng adalah agenda rutin yang harus
dijalani meskipun dengan bermalas-malasan bahkan sering mangkir dari seharusnya.
Lorong kami terkenal dengan lorong artis. Mungkin
karena anak-anak yang ada di lorong kami memang cantik dan selalu membuat ulah
tanpa memperdulikan peraturan yang ada. Hehehe namanya anak muda. Peraturan
dibuat untuk dilanggar bukan? –statement yang keliru. Pakaian yang dikenakan
seharusnya menutupi dengkul, sopan, berlengan. Sedangkan kami mondar-mandir di
lorong hanya dengan memakai hotpans dan tanktop. Sungguh mempesona! Hahaha.
Tak hanya itu peraturan yang kami langgar.
Barang-barang elektronik yang boleh dibawa di asrama hanya sebatas handphone
dan laptop, selebihnya dilarang keras. Semakin dilarang semakin menjadi pula
strategi kita untuk menyembunyikan barang-barang haram ini. Jangan salah, haram
disini adalah barang elektronik selain dua yang sudah kusebutkan tadi. Ada hitter, hairdryer, catokan rambut, mesin
pijat elektrik, setrika, powerbank, juga kipas angin. Ngomong-ngomong tentang
kipas angin, aku dan Atikah pernah menaiki mobil patroli IPB gegara kasus ini.
Untungnya Bapak satpam asrama baik dan mau diajak berkompromi.
Jammal atau jam malam. Yap! Insan asrama pasti
identik dengan masalah satu ini. Asrama kami hanya memperbolehkan untuk keluar
dan harus kembali tepat jam sembilan malam. Hello? Kami bukan anak SD lagi yang
harus dikurung jam segitu. Alhasil kami harus melewati selokan jika ingin masuk
ke asrama selebih jam sembilan agar tidak diketahui oleh kakak senior yang
killer itu. Lagi-lagi bapak satpam menjadi pahlawan kesiangan di malam hari.
Diatas jam duabelas, penunggu gerbang asrama yang setia mencatat anak-anak yang
datang telat layaknya malaikat Malik pun akhirnya mengibarkan bendera putih
tanda menyerah. Mereka kembali ke kamar masing-masing. Itu adalah kesempatan emas
bagi kami untuk merayu bapak satpam agar kami dibukakan pintu gerbang lalu diperbolehkan
masuk. Mungkin bapak satpam adalah salah satu malaikat tak bersayap yang
dikirim Tuhan untuk melindungi kami anak muda pelanggar aturan. Wkwk.
Ulah kami sebanding dengan prestasi yang kami raih.
Meskipun dikenal urakan namun setiap ada perlombaan, kami selalu kompak dan
ikut andil. Tak pernah lepas dari juara satu dan dua diberbagai jenis
perlombaan. Terima kasih kerja samanya lorong sembilan. Kalian memang
membanggakan!
Belajar bersama, tidur bersama, nonton film di
laptop hingga pagi hari-pun kami lakukan. Bahkan aku pernah memilih untuk tidur
setelah semalaman begadang tanpa mengikuti mata kuliah biologi. Tidak untuk
diulangi atau ditiru namun hanya untuk dikenang di memori kami masing-masing.
Kenangan asam manis pahit di asrama yang datang bersama angin, wajar jika
membuatku merasakan rindu yang mendalam hingga ku tuliskan disini. Yang tak
tergantikan oleh waktu, together to be better :)
SDBC-A1 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar