Senin, 11 Agustus 2014

Asrama TPB IPB



“Bersama di asrama memegang teguh kebenaran. Bersama di asrama menjunjung kebersamaan. Satukan hati raih cita hakiki takkan hilang waktu berganti.”
Sepenggal lagu yang mengingatkan kenangan di asrama tercinta. Asrama Putri TPB IPB, gedung A1 lorong 9 nomor 120. My roomate Atikah dari Karawang, Nesha Priga Hasanah dari Riau, dan Nadia Khairunnisa dari Jakarta. Kebersamaan dan pengalaman baru banyak terjadi disana.

Berbagai daerah bercampur menjadi satu layaknya gado-gado. Berbagi kebudayaan dan kebiasaan baru kudapatkan di asrama. Kami adalah teman-teman seperjuangan yang dipaksa untuk menjadi insan asrama selama satu tahun penuh di IPB untuk program studi sarjana semua jurusan.
Saling diam mendiamkan, kaku, dan merasa asing ketika pertama kali beradaptasi. Namun setelah mengenal semuanya dengan waktu yang cukup singkat, muncul-lah sifat asli kami yang sangat gila. Bertukar makanan khas daerah masing-masing adalah agenda wajib kami yang tanpa direncanakan ketika kembali dari kampung halaman. Tugas-tugas, apel pagi, soga lorong, soga gedung, lomba-lomba, ngaji bareng adalah agenda rutin yang harus dijalani meskipun dengan bermalas-malasan bahkan sering mangkir dari seharusnya.
Lorong kami terkenal dengan lorong artis. Mungkin karena anak-anak yang ada di lorong kami memang cantik dan selalu membuat ulah tanpa memperdulikan peraturan yang ada. Hehehe namanya anak muda. Peraturan dibuat untuk dilanggar bukan? –statement yang keliru. Pakaian yang dikenakan seharusnya menutupi dengkul, sopan, berlengan. Sedangkan kami mondar-mandir di lorong hanya dengan memakai hotpans dan tanktop. Sungguh mempesona! Hahaha.
Tak hanya itu peraturan yang kami langgar. Barang-barang elektronik yang boleh dibawa di asrama hanya sebatas handphone dan laptop, selebihnya dilarang keras. Semakin dilarang semakin menjadi pula strategi kita untuk menyembunyikan barang-barang haram ini. Jangan salah, haram disini adalah barang elektronik selain dua yang sudah kusebutkan tadi.  Ada hitter, hairdryer, catokan rambut, mesin pijat elektrik, setrika, powerbank, juga kipas angin. Ngomong-ngomong tentang kipas angin, aku dan Atikah pernah menaiki mobil patroli IPB gegara kasus ini. Untungnya Bapak satpam asrama baik dan mau diajak berkompromi.
Jammal atau jam malam. Yap! Insan asrama pasti identik dengan masalah satu ini. Asrama kami hanya memperbolehkan untuk keluar dan harus kembali tepat jam sembilan malam. Hello? Kami bukan anak SD lagi yang harus dikurung jam segitu. Alhasil kami harus melewati selokan jika ingin masuk ke asrama selebih jam sembilan agar tidak diketahui oleh kakak senior yang killer itu. Lagi-lagi bapak satpam menjadi pahlawan kesiangan di malam hari. Diatas jam duabelas, penunggu gerbang asrama yang setia mencatat anak-anak yang datang telat layaknya malaikat Malik pun akhirnya mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Mereka kembali ke kamar masing-masing. Itu adalah kesempatan emas bagi kami untuk merayu bapak satpam agar kami dibukakan pintu gerbang lalu diperbolehkan masuk. Mungkin bapak satpam adalah salah satu malaikat tak bersayap yang dikirim Tuhan untuk melindungi kami anak muda pelanggar aturan. Wkwk.
Ulah kami sebanding dengan prestasi yang kami raih. Meskipun dikenal urakan namun setiap ada perlombaan, kami selalu kompak dan ikut andil. Tak pernah lepas dari juara satu dan dua diberbagai jenis perlombaan. Terima kasih kerja samanya lorong sembilan. Kalian memang membanggakan!
Belajar bersama, tidur bersama, nonton film di laptop hingga pagi hari-pun kami lakukan. Bahkan aku pernah memilih untuk tidur setelah semalaman begadang tanpa mengikuti mata kuliah biologi. Tidak untuk diulangi atau ditiru namun hanya untuk dikenang di memori kami masing-masing. Kenangan asam manis pahit di asrama yang datang bersama angin, wajar jika membuatku merasakan rindu yang mendalam hingga ku tuliskan disini. Yang tak tergantikan oleh waktu, together to be better :)
SDBC-A1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar