Cerpen : diikutsertakan dalam menulis kisah enam bulan asistensi PAI, TPB IPB
Singkat namun Bermakna
oleh Dian Permata Sari
Malam
terakhir. Ya. Malam terakhirku di kampung halaman, itu artinya aku harus
menjalani rutinitasku seperti biasanya. Rutinitas yang terkadang sedikit
membosankan namun harus tetap kujalani demi masa depanku yang lebih baik. Genap
satu semester aku menikmati masa TPB-ku dengan orang-orang baru. Susah memang
beradaptasi, terlebih lagi dengan orang dari berbagai daerah yang jauh dan
berbeda pulau.
Jadwal perkuliahan sudah di posting di website yang sudah menjadi langganan wajib untuk dikunjungi mahasiswa TPB. Aku meminta jadwal tersebut kepada teman melalui sms karena gangguan dalam koneksi internet. Sekilas aku melihat jadwal yang sedikit kurang bersahabat. Sebelum aku menutup jadwal yang sudah di kirim dengan detail ke ponselku itu, mataku tergelitik ketika melihat jadwal bertuliskan asistensi pendidikan agama Islam. Mungkin sedikit aneh, karena biasanya dalam mata kuliah lain menggunakan istilah responsi. Bayanganku seketika melayang pada teman-temanku semester lalu yang sudah mendapatkan mata kuliah tersebut. Wajib memakai kerudung dan menggunakan rok. Rasanya aku harus membongkar kembali seluruh isi almari untuk menemukan dua makhluk yang tak pernah ku kenakan saat kuliah. Sesuatu yang jarang dibeli dan sedikit asing rasanya dalam keluargaku.
Jadwal perkuliahan sudah di posting di website yang sudah menjadi langganan wajib untuk dikunjungi mahasiswa TPB. Aku meminta jadwal tersebut kepada teman melalui sms karena gangguan dalam koneksi internet. Sekilas aku melihat jadwal yang sedikit kurang bersahabat. Sebelum aku menutup jadwal yang sudah di kirim dengan detail ke ponselku itu, mataku tergelitik ketika melihat jadwal bertuliskan asistensi pendidikan agama Islam. Mungkin sedikit aneh, karena biasanya dalam mata kuliah lain menggunakan istilah responsi. Bayanganku seketika melayang pada teman-temanku semester lalu yang sudah mendapatkan mata kuliah tersebut. Wajib memakai kerudung dan menggunakan rok. Rasanya aku harus membongkar kembali seluruh isi almari untuk menemukan dua makhluk yang tak pernah ku kenakan saat kuliah. Sesuatu yang jarang dibeli dan sedikit asing rasanya dalam keluargaku.
Welcome to Bogor Agricultural University,
kampus yang harus kucintai selama kurang lebih empat tahun ini. Beradaptasi
kembali dengan mata kuliah baru beserta dosen-dosennya. Masih ingin rasanya stay di rumah untuk beberapa minggu
lagi. Namun pengisian amunisi selama tujuh minggu untuk pertempuran ketika UTS
dan UAS segera dimulai. Pada minggu pertama masih terasa begitu cepat karena
hanya sekedar say hello, profil dosen dan penjelasan mengenai kontrak kuliah
yang pada intinya sama dalam seluruh mata kuliah meskipun ada beberapa
perbedaan dalam penjelasan prosentase nilai.
Rabu
pagi, saatnya pembagian kelompok asistensi yang dosennya sedikit terlambat
untuk beberapa menit dan bisa kumanfaatkan untuk menikmati risol yang kubeli
pada teman sekelas. Ketika semuanya selesai di bagi, kami berkumpul sesuai
kelompok dan terdapat dua kakak asistensi yang menemani. Kupandangi seluruh
detail pakaian dan style yang ia
kenakan. Subhanallah! Hanya kata itu
yang terlontar dalam batinku. Balutan kerudung yang berlapis-lapis dan rok
panjangnya bak tirai tidak melunturkan kecantikan wajahnya yang anggun. Matanya
teduh seakan memiliki kekuatan besar yang begitu hangat.
Tak
kenal maka tak sayang- pepatah yang sangat mainstream
di ucapkan ketika perkenalan dengan orang baru namun makna tersebut benar
adanya. Saling berkenalan dan bertukar informasi mengenai pribadi masing-masing
membuat kami langsung akrab dengan singkat- hanya dalam beberapa menit saja. Then, kita langsung melakukan pembentukan
ketua, sekretaris dan bendahara kelompok serta kesepakatan mengenai jadwal
asistensi kita untuk pertemuan selanjutnya.
Minggu
depan. Mataku terbelalak mendapati jarum jam yang berdetak menujukkan pukul
06.15. Fix, aku telat dalam pertemuan pertama asistensi yang seharusnya pukul 06.00.
Seharusnya aku tidak melakukan hal ini karena akan membentuk persepsi buruk
kepadaku, namun apalah daya. Aku bergegas tanpa mandi dan hanya sikat gigi lalu
menuju belakang common class room. Pikiranku sudah menjalar kemana-mana bagai
rumput liar yang tak beraturan panjangnya. Bayang-bayang wajah kakak asistensi
yang akan memarahiku dan melontarkan seribu pertanyaan kepadaku nanti. Aku
harus menyusun skenario dan alasan yang pas agar tidak terkena semprotan
didepan teman-temanku.
Setibanya
disana, mereka hanya tersenyum dan mempersilahkan aku duduk, tanpa melihatku
sinis atau bahkan mengeluarkan amarahnya bak banteng yang bersungut-sungut
seperti bayanganku tadi. Dengan rasa bersalah memotong diskusi yang sedang
dilakukan, aku berkata jujur bahwa aku bangun kesiangan. Mereka tersenyum tulus
dan bertanya “tadi pagi sholat subuh?”. Jleb. Pertanyaan sederhana yang tidak
kupersiapkan jawabannya bahkan tidak terlintas di pikiranku mengenai hal itu.
Aku terdiam untuk beberapa menit yang kemudian Kak Olga-begitulah namanya-
mengulangi pertanyaan itu.
“Enggak
kak”, jawabku singkat dengan senyum malu.
Ia
membalas dengan ramah, memberikan gambaran-gambaran mengenai kerugian-kerugian
meninggalkan sholat tanpa menyinggungku. Kemudian melanjutkan diskusi mengenai
berhijab. Lantunan ayat suci keluar dengan indah dan fasihnya.
Pertanyaan-pertanyaan lembutnya seakan-akan mengalir dan dengan mudahnya aku
menjawab tanpa adanya perasaan bahwa ia sedang menginterogasiku dan mulai masuk
dalam dunia pribadiku. Keluargaku yang memang masuk dalam kategori bebas atau
bahkan kelewat bebas. Mengenakan pakaian mini kemana-mana, pulang larut hanya
untuk sekedar bersenang-senang, memakai tatto, merokok tanpa melihat gender dan
minum-minuman haram adalah hal yang biasa. Entah bagaimana caranya, orang yang
baru saja ku kenal dan aku bisa dengan mudahnya menceritakan all about me dengan nyaman dan percaya.
Asistensi
PAI yang awalnya ku anggap kaku dan menjenuhkan itu berubah drastis pada
pertemuan-pertemuan selanjutnya. Ada rasa yang membuatku ingin berkumpul lagi
untuk sekedar mendengar kakak asistensi yang menjelaskan seputar agama islam
atau bahkan sharing mengenai kehidupan sehari-hari. Cerita, pengalaman, dan
tauladan yang harus kita lakukan beserta ayat-ayat yang menyerukan berbagai hal
dalam hidup, seakan-akan mengetuk hatiku yang sudah lama tertutup oleh debu
bahkan penyakit hati. Kewajiban mengenakan kerudung tanpa melihat kelakuan atau
akhlak seseorang menjadi salah satu contoh nyata bagiku. Aku memutuskan untuk
memulai belajar memenuhi perintah nyata dari Allah.
Sholatku
yang sebelumnya masih bisa dihitung dengan jari dalam satu minggu, kini sudah
mulai lengkap. Meskipun awalnya terpaksa karena hanya untuk memenuhi lembar
mutaba’ah yang wajib di isi dan kemudian diperiksa oleh kakak asistensi.
Hal-hal kecil seperti tata cara makan dan minum yang baik mulai kubiasakan. Ada
kenyamanan tersendiri di dalam hati kecilku. Bangunku mulai teratur dengan
adanya sholat yang sudah menjadi kebutuhan dan kehidupanku seakan-akan
terencana, menyenangkan.
Hal-hal
positif kurasakan selama menjalani asistensi kurang dari 6 bulan ini. Perubahan
sederhana tapi besar bagiku. Mungkin ini salah satu rencana Allah yang telah
mempertemukanku dengan orang-orang sholeh di kampus. Begitu singkat namun
memiliki makna yang dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar