Lembut Rambutku, Beruntungnya Hariku
oleh Dian Permata Sari
Kala
itu aku bangun pukul 06.43 dimana aku harus datang di tempat perkuliahan tepat
pukul 07.00. Duniaku berasa hancur, aku harus melakukan segala rutinitas pagiku
dengan super kilat dan tergesa-gesa. Akhirnya aku memutuskan untuk cuci muka
dan gosok gigi, tidak lupa aku menyisir rambutku yang begitu lembut setelah
kemaren sore aku keramas menggunakan Sunsilk
Soft and Smooth yang telah lama ku pakai. Meskipun tidak mandi, aku tetap pede dengan rambutku yang terurai.
Tanpa
menunggu lama, aku mengambil tas dan buku mata kuliah hari ini. Sambil berlarian
aku berjalan ke depan kosan dengan mengacungkan jempolku berharap ada angkot
yang lewat dan berhenti. Tak lama kemudian doaku didengar oleh Tuhan. Datanglah
angkot biru, namun nasibku tidak baik pagi ini. Angkot tersebut full dan aku
terpaksa berdesak-desakan. Aku tak menghiraukannya karena yang ada di otakku
kali ini adalah bagaimana caranya agar aku bisa sampai kampus tepat waktu.
Sesampainya
di depan kampus, ada seorang kakek membawa tongkat sedang terjatuh. Seketika
kakiku berhenti melangkah. Pikiranku yang sedari tadi tertuju pada Pak Thomas, dosen
biologi yang killer itu tiba-tiba lenyap. Aku membantunya berdiri dan
menuntunnya ke pinggir. Tak tega rasanya meninggalkan beliau sendiri. Akhirnya
aku memutuskan untuk tidak mengikuti kelas biologi meskipun dia killer, tapi
dosen itu masih muda dan ganteng.
Aku
berusaha mencari solusi agar kakek tersebut bisa kembali ke rumahnya.
Perlahan-lahan ku tanyai alamat dan bagaimana ceritanya beliau bisa sampai
kesana. Kami berkenalan dan saling bertukar alamat. Ku tawarkan handphoneku
agar beliau menghubungi anak atau cucunya. Dan kemudian dia mengeluarkan
selembar kertas berisi deretan angka. Ku coba hubungi, lalu terdengar lelaki bersuara
berat menjawab. Setelah kujelaskan mengenai apa yang menimpa kakek tersebut,
dia panik dan segera akan kesana menjemputnya.
Sepuluh
menit berlalu, mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan kami. Turunlah
seorang pemuda yang tak asing dipandanganku. Tak salah lagi, dia dosen biologi
yang killer itu. Aku menutupi wajahku dengan rambut, berharap dia tak
mengenaliku dan tidak memberi tugas tambahan karena tidak masuk kelasnya
sekarang. Saat aku ingin meninggalkan mereka berdua diam-diam, kakek itu memanggil
namaku, langkahku semakin ku percepat. Tiba-tiba seseorang menarik tanganku,
serentak aku menoleh dan mengibaskan rambut. Sebelum dia memarahiku, aku
terlebih dahulu menjelaskan semuanya dan meminta maaf karena tidak hadir di
kelasnya. Pak Thomas memandangku tajam, dia tertawa terbahak-bahak melihat
wajahku yang ketakutan.
Ternyata
beliau adalah cucu dari Kakek Ramdon. Aku tersipu malu. Dia mengusap-usap ubun
kepalaku. Sang kakek mengajakku untuk mampir kerumahnya, senang rasanya bisa
melihat dosen killer itu tersenyum ramah kepadaku dan sekaligus mengunjungi
rumahnya. Sungguh betapa beruntungnya aku hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar