Marhaban ya Ramadhan. Taqobalallahuminna waminkum
taqobbal yaa kariim. Sedikit terlambat jika baru di posting hari ini. Tapi tak pernah
ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan. Minnal aidzin wal faidzin. Maafkan
kesalahan Dian, untuk segala sesuatunya. Apabila ada janji-janji yang
teringkari, kata-kata yang menggores hati, kepercayaan yang disalahi, semua
khilaf yang pernah dilakukan. Manusia memang tak luput dari kesalahan, orang
yang mau meminta maaf adalah layaknya pangeran dan orang yang mau memaafkan bak
ksatria tangguh tak terkalahkan.
Lebaran tahun ini rasanya kosong. Meskipun hari raya
antara Muhammadiyah dan NU bersamaan, lebaran yang kata orang pasti ramai, tapi
tidak untukku. Di sepertiga malam terakhir menuju shubuh mataku sudah
terbelalak seperti terkena sengatan listrik yang memaksaku untuk terjaga.
Mengingat masih banyak waktu luang aku bermalas-malasan di ranjang. Lalu mandi
dan sholat subuh. Tak lama kemudian, aku memutuskan untuk berangkat ke masjid
yang letaknya beberapa ratus meter dari rumahku.
Sendiri. Aku melakukannya sendirian. Tanpa ada
seorang ibu, saudara, atau tetangga perempuan yang bergerombol bersama menuju
masjid. Pikiranku kosong. Tak ada tujuan selain sholat sunnah Idul Fitri yang kusebut
sebagai formalitas semata. Mungkin Allah membenciku akan hal ini, tapi memang
begitulah adanya. Senyum kebahagiaan yang kusuguhkan kepada orang-orang yang
melihatku hanya untuk menutupi kehambaran ini. Jabat tangan dengan orang yang
tak kukenal sebelumnya namun merangkulku layak sahabat karib yang
bertahun-tahun terpisahkan.
Asing. Sepertinya aku hanya membutuhkan teman saat
ini. Berkumpul setiap tahun di rumah nenek, kali ini aku merasa sendiri
dikeramaian. Sangat menyiksa batin, ingin rasanya kabur menyendiri di tempat
yang jauh waktu itu. Tapi sebagai anak yang wajib berbakti kepada orang tua,
aku harus mengikuti serangkaian acara dari pagi hingga senja. Kehampaanku
semakin terasa karena kakak keduaku (Mas Aji) tidak hadir. Ia tengah berada di
Malang hari itu, di rumah istri yang paling dicintainya.
Lega rasanya ketika senja telah sampai di rumah.
Tanpa berfikir panjang, aku memutuskan untuk tidur di kamar rumah yang mungkin
lebih pantas disebut kos-kosan. Aku memilih tidur sepanjang hari hingga fajar
muncul daripada menemui tamu-tamu yang datang berkunjung ke rumah. Jalan
pikirku memang sangat pendek karena merasa tak pernah punya salah dengan
orang-orang sekitar yang memang jarang atau bahkan tak pernah bertemu, tapi
sesungguhnya bukan itu alasan utama. Masih sama, tak nyaman dengan kondisi ini.
Berpura-pura untuk bahagia di hari kemenangan padahal tidak merasakannya.
Fajar tiba, hang out dengan teman-temanku tercinta
selama mengisi libur lebaran adalah pilihan paling tepat untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar